PENDIDIKAN
Sebuah kata yang memili arti yang
berbeda jika dilihat dari sudut yang berbeda serta bersikukuh terhadap sudut
pandang yang ia miliki.
Merujuk kata pendidikan kepada
bahasa Arab, terdiri dari beberapa penjabaran, (tumbuh dan bertambah kemampuan,
bertambah informasi, kemahiran, akhlaq,
dan etika. ini cenderung terfokus pada kemampuan peserta didik saja seperti
halnya murid ; tumbuh berkembang pada suatu tempat atau lingkungan atau
sekolah. Ini cenderung terfokus kepada sebuah area saja ; memperbaiki dan
menjaga ; hal ini terfokus kepada penyelenggara saja seperti halnya guru)
Jika kita memandang pendidikan hanya
salah satu dari pandangan yang ada dan tetap bersikukuh terhadap satu pandangan
saja maka tidak akan mendapatkan makna dari Pendidikan itu sendiri.
Sejatinya dari penjabaran dan
pandangan yang ada, tidak lah saling bertentangan, kita dapat mensnkronkan
kesemuanya. Pendidikan tidak hanya terpusat pada peserta didik saja yang
artinya hanya focus memberikan kemampuan dan mencerdaskan peserta didik, namun
megabaikan lingkungannya, mengabaikan penjagaannya dan yang meluruskannya
(Orang Tua, Guru, atau Orang lain yang lebih faham), begitupun dengan pandangan
pendidikan yang hanya melihat terhadap sebuah lembaga pendidikan yang memiliki
fasilitas yang baik, ternama, namun dari segi pendidik ataupun murid kurang
diperhatikan.
Pendidikan dapat bermakna ketika
seluruh komponen saling terkoneksi, pihak peserta didik, penyelenggara, dan
pendidik. Siapapun bisa mengisi atau berada di semua pihak, manusia akan selalu
menjadi peserta didik karena dalam kehidupan belajar tidak hanya yang berlebel
pendidikan fomal saja, berada pada penyelenggara pendidikan, memberikan fasilitas
kepada mereka yang akan belajar, berapada pada posisi pendidik, paling tidak
mendidik anaknya sendiri atau generasi penerus.
Sungguh miris ketika yang disebut
pendidikan hanya pada satu sudut pandang saja, murid ke sekolah – bejar – dapet
nilai bagus – lulus – dapet kerja – nikah – dikubur (kalo diterima ama bumi),
apakah hanya ini makna dari sebuah pendidikan yang diterapkan?
Tentusaja tidak, pendidikan memiliki
tujuan yang jelas, yaitu mengenali sang pencipta, pendidikan bukan hanya
bertujuan untuk menjadikan peserta didik cerdas, membuat sekolah megah,
memiliki guru yang professional.
Kasus yang akhir-akhir ini mencuat
kepermukaan membuat diri ini merasa miris dan prihatin, memanjakan peserta
didik, memojokkan pendidik ataupun lembaga pendidikan.
Siapa yang salah?.
Pada era ini semua orang bisa bebas
berbicara, tanpa mengolah kembali apa konsekuensi dari apa yang ia katakana dan
terlontar secara spontan yang mencerminkan kapasitas dari orang tersebut.
Siapa yang salah ?.
Siapun bisa meyalahkan, namun apakah
dengan adanya yang disalahkan akan menyelesaikan ma "salah", atau
hanya sekedar mencari sensasi untuk berkontribusi dalam "mengemukakan"
pendapat Siapa yang salah?.
Saya sebagai seorang yang telah
memeluk Islam sejak lahir, dan saya yakin akan ajaran Islam adalah yang
sempurna, maka saya berujuk kepada bagaimana Islam mendidik, dan bagaimana
manusia hidup, agar mencapai tujuan hidupnya sebagai manusia.
Ketika merujuk bagaimana Islam melaksanakan
pendidikan tentu saja merujuk kepada al-qur'an dan as-sunnah, saya berlepas
terhapat teori-teori yang ada namun inilah keyakinan saya.
Sebagai contoh dalam pendidikan Islam
yaitu mendidik terhadap anak, dalam Islam terdapat batasan usia ataupun
psikologi seseorang, pada tahap 7 tahun seorang anak hanya pada batasan
diperintah untuk melaksanakannya, namun belum ada konsekuensi yang harus
diterima ketika tidak melaksanakannya, ketika pada tahap 10 tahun maka
diperintahkan untuk memukul anak ketika ia meninggalkan sholat, saya berlepas
diri dari teori-teori pendidikan yang ada, meskipun telah melalui proses
penelitian yang dianggap "ilmiah" oleh beberapa kalangan orang, namun
tidak akan bisa membandingi panduan yang telah Allah swt dan Rasulnya ajarkan.
Memukul anak ataupun peserta didik
bukanlah sarana untuk balas dendam karena hasil dari pendidikan terdahulu,
dalam memukul sudah ada sop yang harus dilaksanakan, tidak juga langsung
memukul. Saya bukanlah orang yang tidak pernah melanggar sebuah peraturan dan
tidak pernah mendapatkan pukulan ataupun hukuman dalam sejarah pendidikan yang
saya alami, saya sebagai peserta didik menerima hukuman yang diberikan jika itu
memang sesuai dengan prosedur yang ada, namun saya tidak akan terima jika
pemberian hukuman itu tidak sesuai prosedur dan semena-mena, silahkan pukul
jika memang saya salah, namun saya tidak akan terima jika saya yang dianggap
salah dan jelas-jelas saya tidak salah.
Karena dengan hukuman yang diberikan
dengan kadarnya, akan memberikan kesadaran dan memotivasi diri untuk lebih baik
lagi.
Jangan jadi generasi yang lemah,
cengeng, apalagi ngaduan, ada waktu kita harus bermuhasabah agar mendapatkan
hikmah dalam setiap kejadian.
@coretan meninggalkan jejak
Ngawi, 1 Juni 2016
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan Pesan.